Senin, 28 Maret 2011

PMS

ilustrasi akibat seks bebas

Berdasarkan data yang faktual di masyarakat kelompok remaja paling beresiko terhadap penyakit menular seksual (PMS). demikian juga hal yang sama disampaikan Dr. Boyke Dian Nugraha pada acara seminar sex dan kesehatan reproduksi di konvesion swiss bel hotel Palu Sulawesi Tengah tanggal 27 maret 2011 jam 08.00

Kelompok usia remaja merupakan sumber daya manusia yang paling potensial sebagai tunas bangsa dan penentu masa depan bangsa. Karena itu kelompok remaja perlu mendapatkan penanganan dan perhatian serius untuk dipersiapkan menjadi manusia yang berguna serta berkembang baik dan benar, meningkatkan kualitas serta kemampuannya sehingga hasil kerjanya akan maksimal. Banyaknya remaja yang menunjukkan perilaku positif dengan prestasi gemilang dari berbagai bidang, namun tidak sedikit pula remaja di kalangan pelajar yang berperilaku mengarah pada hal-hal yang negatif, mulai dari tawuran, merokok, penggunaan narkoba, bahkan sampai perilaku seksual bebas yang berakibat terjadinya kehamilan yang tak diinginkan, adanya tindakan aborsi, serta resiko terkena penyakit HIV/ AIDS atau penyakit menular seksual lainnya.

Oleh karena itu kalangan remaja digolongkan sebagai kelompok risiko tinggi dan rawan terhadap bahaya penularan penyakit khususnya penyakit menular seksual (PMS), dan cenderung semakin permisifnya hubungan pergaulan antara remaja laki-laki dan perempuan. Pada masa remaja mengalami proses perkembangan dan pertumbuhan dengan perubahan-perubahan yang snagat dramatis, baik secara fisik, psikis, maupun sosial yang sifatnya individual. Perubahan tersebut akan berjalan demikian pesatnya seiring dengan perubahan emosi, pola pikir, sikap dan perilaku serta timbulnya minat remaja terhadap seks ditandai mulai tertarik kepada lawan jenis masing-masing. Demikian halnya keingintahuan remaja tentang seks semakin besar didorong oleh kondisi lingkungan mulai multi faktorial yang kesemuanya memerlukan penyikapan yang benar agar siap menerima perubahan serta mampu menyesuaikan diri dengan perubahan tersebut.

Meningkatnya minat seksual remaja mendorong bagi remaja itu sendiri untuk selalu berusaha mencari informasi dalam berbagai bentuk, terlepas benar tidaknya informasi tersebut. Sumber informasi dapat diperoleh dengan bebas mulai dari teman sebaya, buku-buku, film, video, bahkan dengan mudahnya membuka situs-situs lewat internet, namun ironisnya sangat sedikit remaja memperoleh pendidikan seksual dari guru ataupun orang tua sehingga tidak jarang remaja melangkah sampai tahap percobaan.

Iskandar (1997) yang dikutip dalam berita berkala Jender dan Kesehatan (2000) menyatakan bahwa pengaruh informasi global (paparan media audio-visual) yang semakin mudah diakses justru memancing anak dan remaja untuk mengadaptasi kebiasaan-kebiasaan tidak sehat seperti merokok, minum minuman alcohol, penyalahgunaan obat dan suntikan terlarang, perkelahian antar remaja dan tawuran.

Dampak keterbukaan informasi dalam era globalisasi baik melalui media cetak maupun elektronika yang semakin canggih dan dengan mudahnya ikut menggeser nilai-nilai budaya, moral dan agama. Menyebabkan munculnya permasalah pada kelompok remaja yang sangat beragam, dan belum semuanya mendapat respon dengan baik sehingga permasalah tersebut belum terselesaikan dan justru berimplikasi pada tindakan-tindakan yang salah.

Dalam kondisi seperti ini masa remaja merupakan area blankspot tentang dunia kesehatan yang berarti remaja masih belum memahami atau masih kosong mengenai nilai-nilai kesehatan, sehingga hal ini memerlukan perlakuan baik secara teknis, medis maupun metode pelayanannya. Dengan demikian problem sekitar kesehatan reproduksi serta perkembangan kesehatan seksual remaja benar-benar dapat berjalan dan berkembang sesuai dengan perkembangan jaman, tanpa mengabaikan nilai-nilai budaya maupun norma-norma agama.

Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa perilaku seksual remaja mempunyai korelasi dengan sikap remaja terhadap seksualitas, penelitian lain tentang perilaku seksual remaja di empat kota menunjukkan bahwa 3,6% (Medan), 8,5% (Yogyakarta), 3,4 (Surabaya), dan 31,1% (Kupang) remaja telah terlibat hubungan seks secara aktif. Juga dari sumber yang sama diperoleh hasil penelitian yang pernah dilakukan oleh Pusat Pe3nelitian Kependudukan UGM menemukan bahwa 33,5% dari responden laki-laki di kota Bali pernah berhubungan seks, sedang di desa 23,6% serta Yogyakarta kota 15,5% dan di desa sebanyak 0,5% (Buletin Embrio, 2000).

Dengan demikian seiring perkembangan jaman yang semakin pesat juga akan mempengaruhi perilaku seksual remaja sebagai indicator-indikator yang timbul dan termanifestasi secara bertahap, mulai dari timbulnya rasa ketertarikan kemudian diikuti oleh kencan, bercumbu, berpelukan, berciuman, necking, petting sampai pada hubungan seksual baik kepada pasangan sendiri maupun kepada banyak orang, dianggap bukan hal yang tabu lagi dan bahkan sebagian remaja (12,2%) setuju dengan free sex (Buletin , 2000).

Berdasarkan fenomena di atas maka berbabagai problem kesehatan maupun sosial yang berdampak bagi remaja maupun bagi lingkungannya akibat dari perilaku seksualnya. Hal ini dapat dilihat adanya kasus-kasus kehamilan yang tidak diinginkan akibat hubungan seksual di luar nikah semakin meningkat dari tahun ketahun dan bahkan berlanjut sampai pada pengguguran kandungan (abortus). Dampak yang lain dari perilaku seskual remaja dapat terlihat kasus HIV/ AIDS dari tahun 1987 sampai dengan Februari 1997 di Indonesia terdapat 124 kasus terinfeksi AIDS dan 393 kasus positif HIV, jumlah ini terus meningkat dari tahun ke tahun dan diantaranya mengenai kelompok remaja usia 15-19 tahun dengan 3 kasus terinfeksi AIDS dan 23 kasus positif HIV.

Hasil penelitian PKBI DIY di beberapa kota yaitu Medan, Jakarta, Yogyakarta, Surabaya, Bali dan Manado, bahwa angka kehamilan sebelum menikah pada remaja dan mencari pertolongan abortus terus meningkat. Juga perkiranaan oleh sebuah harian menunjukkan bahwa setiap tahun ada 1 juta wanita Indonesia melakukan pengguguran kehamilan dan 50% berstatus belum menikah serta 10-15% diantaranya adalah remaja (Buletin Embrio, 2000).

Remaja merupakan kelompok usia masa yang kritis, karena pada usia tersebut secara biologis berada pada kondisi seksual produktif aktif, sementara belum memungkinkan remaja untuk menikah, selain masih dalam tahap pendidikan juga belum siapnya dari segi psikologis maupun ekonomis. Agar remaja tidak jatuh dalam perilaku seksual bebas maka perlu mendapat perhatian serius salah satu diantaranya adalah pendidikan seksual remaja dan kesehatan reproduksi. Selama ini problem remaja banyak terlupakan karena usaha penanggulangan dan pencegahan PMS akibat dari seksual bebas lebih banyak ditujukan kepada kelompok resikot tinggi lainnya, seperti pada pekerja seks dan kaum homo seksual. Oleh karena itu kelompok remaja perlu mendapatkan informasi atau pengetahuan kesehatan khususnya mengenai reproduksi dan permasalahannya, sehingga perilaku seksual bebas dapat terkendali dan kelompok remaja menjadi generasi mua bangsa yang sehat dan berkualitas.


salandoa rangga

Tidak ada komentar: